MEDICAL INFORMATION
Selasa, 28 Juni 2011
Je veux aller à Paris
Paris (pengucapan /ˈpærɨs/ dalam bahasa Inggris; [paʁi] dalam bahasa Perancis) adalah ibukota Perancis. Terletak di sungai Seine, di utara Perancis, di jantung region Île-de-France (juga dikenal sebagai "Region Paris"; bahasa Perancis: Région parisienne). Kota Paris pada batas administratifnya (tak berubah sejak 1860) memiliki penduduk 2.167.994 jiwa (Januari 2006). Unité urbaine Paris (atau wilayah urban) memanjang ke luar batas kota administratif dan memiliki perkiraan penduduk 9.93 juta (tahun 2005). Aire urbaine Paris (atau wilayah metropolitan) memiliki penduduk hampir 12 juta jiwa, dan merupakan salah satu wilayah metropolitan terpadat di Eropa.
Pemukiman penting bagi lebih dari dua milenium.
PARIS, Romance City
Senin, 27 Juni 2011
GAGAL GINJAL
GAGAL GINJAL AKUT
Keadaan klinik ok GFR turun mendadak oleh sebab2 prerenal, renal,postrenal, klinis ditandai produksi urin turun mendadak <500 cc/24 jam disertai tanda2 uremia yg lain
dpt disebabkan faktor2 prerenal, renal, post renal
Patofisiologi:
1. Iskemia korteks ginjal
2. Obstruksi tubulus
3. Back-leak ultrafiltrat
4. Penurunan koef.ultrafiltrasi glom. (Kf)
GAGAL GINJAL AKUT PRERENAL
Etiologi :
Hipovol.: - Kehilangan darah/plasma
- Kehilangan cairan :GIT,ginjal
- Redistribusi intraekstravask.:
hipoalb.,peritonitis, resp.distres syndr., kerusakan otot yg luas
- Kekurangan asupan cairan.
Vasodilatasi sistemik: sepsis, sirosis, anafilaksis vasodilatasi ok.obat, blokade ganglion
Penurunan CO: shock, infark, dekomp.,aritmia, tamponade jantung, emboli paru.
Kegagalan autoregulasi: vasokonstriksi preglom. atau vasodilatasi postglom.karena obat
PATOGENESIS
turunnya perfusi aktifasi barorec. aktifa si sistim neurohumoral RAA system vasokonstriksi sistemik, retensi garam &air, shg. tekanan& vol.darah dpt.dipertahankan; bila gagal LFG menurun azotemi
Obat2 yg.dapat menimbulkan GGA prerenal OAINS, ACE inhibitor(reversibel).
Terapi dg. mengobati penyebabnya
GGA RENAL
Peny.ginjal primer: GNA, nefrosklerosis, hipertensi maligna.
Nefritis interstitialis akut o.k alergi obat: ampisilin, NSAID, furosemid dsb.
Nekrosis tubuler akut (NTA)/ nefropati vasomotor akut o.k:
1. Tipe iskemik: lanjutan GGA prerenal
2. Tipe toksik: ok bahan nefrotoksik, aminoglikosid, merkuri, dsb.
3. Kombinasi: ok mioglobinuria, hemolisis intravaskuler,pigmen, malaria, sepsis,abortus.
Nekrosis tubular akut
ggn.perfusi ggn.fgs.glom.&tub.lb.lama
Proses kompleks, dinamik, berkaitan dg. Mikrovask.& sel2 tubults
Istilah tak tepat ok. Tanpa biopsi
Perub.sel subletal: hilangnya brush-border, membr.plasma, polaritas membr., lepasnya sel dari mebr.basalis perub.fungsional
Reversibel ok. Kerusakan tubulus terbatas & kemampuan regenerasi yg.cepat
Nekrosis tubular akut
Etiologi :
Ggn.hemodinamik: OAINS, AII blocker, siklosporin, Hb., tacrolimus, zat kontras
Toksik thd.tubulus: Ab.(Aminoglikosid, vankomisin,amfoterisin), kemoterapi, Li., parasetamol, heroin, zat kontras, pigmen, toksin organik( CCl.4,herbisid,kloroform)
Kristaluri: urat, oksalat, obat2 asiklovir, Mtx.,sulfonamid, triamterin,metoksifuran
Nekrosis kortikal akut
patofisiologi spt. NTA
Nekrosis ekstensif area korteks ginjal irrev., pada sebagian korteks shg sebag.masih dpt membaik
NKA: trombosis mikrovask. Glom. kematian jaringan
Prediktor: endotoksinemi, DIC
Anak2>dewasa: GED berat, peritonitis,
Juga sbg. Komplik.mikroangiopati& ggt.ular bisa
GGA postrenal
terjadi ok.obstr.aliran urin ggn.filtrasi
Kerusakan permanen tgt. Berat&lama obstr.
> 72 jam : kehilangan nefron permanen
< 7 hari: laju filtr.masih dpt.normal kembali
Ok.: urolitiasis, kel.prostat( BPH, tumor ), fibrosis retroperitonial, pendesakan tumor
Diagnosis GGA
Anamnesa: mencari etiologi pre& post ren. Spt. Kehilangan cairan/darah, tanda2 PJK, hipotensi, pemakaian obat2, penyakit sistemik ( DM, SLE, vaskulitis),adanya obstruksi (batu,prostat,tumor)
Fisik: status vol.sirkulasi (tek. V.Jugular rendah, hipotensi, vena perifer kolaps ), tanda2 obstruksi tanda2 peny.sistemik
Urinalisis : membedakan prerenal& renal
Penunjang: USG, Retr.pielografi, biopsi
Pengelolaan
Mengatasi edema paru: 02, morfin,diuretik
Mengatasi hiperkalemi
Diuretik
Diet
Dialisis : peritoneal/hemodialisis
Peny. Ginjal Kronik (PGK)
sindroma klinis ok penurunan fgs.ginjal yg menahun, progresif dan menetap
GGT (end stage) = tk. Gagal ginjal tahap akhir yg dapat menyebabkan kematian kecuali dilakukan terapi pengganti
Klasifikasi:
1.Fgs.ginjal berkurang: LFG 80-50 ml/m;G/-
2. Ringan: LFG 50-30 ml/m; G/:hipertensi,
3. Sedang: 29-10 ml/m; sda + anemi
4. Berat : < 10 ml/m; sda + mual, muntah, nafsu makan menurun, ggn.mental, retensi air & garam
5. Terminal: <5 ml/m; sda + edema paru, kejang, koma, asidosis metabolik, hiperkalemia, kematian.
Gejala klinis:
GIT: anoreksia, nausea, vomitting, hiccup, foetor uremik, gastritis erosif, kolitis uremi
Kulit: pucat ok anemi, kekuningan ok urokrom, gatal ok toksin uremik, ekimosis, uremic-frost, bekas garukan
Hematologi: anemi ok ertropoetin menurun, hemolisis, def.besi&as.folat, perdarahan, fibrosis ss.tulang, ggn.fgs. trombosit& lekosit
Otot&saraf: restless leg syndr.,ensefalopati, miopati, burning feet syndrome.
Kardio: hipertensi, nyeri dada, aritmi, edema
Endokrin: ggn.sex, ggn.metab.gula,lemak,vit.D
Lain2: osteodistrofi renal,asidosis metabolik, ggn. Elektrolit: hiperfosfat&K, hipokalsemi
Diagnosis:
Anamnesa: adanya infeksi, obstruksi, HT
Fisik : tanda2 kegagalan jantung&ginjal
Lab.: kliren kreatin, RFT, kel.peny.dasar
Penunjang: EKG, USG, BOF, IVP, retro grade pielografi, foto dada u/ melihat tanda2 bendungan paru, kardiomegali, efuai paru/perikardial. Foto tulang (osteo distrofi), renogram, CT Scanning
Penatalaksanaan konservatif
Memperlambat progresifitas:
a. pengendalian tek.darah
b. diet rendah protein, rendah fosfat
c. mengendalikan proteinuri&hiperlipidemi
d. obati ISK dg.antibiotik non-nefrotoksik
e. Obati asidosis metabolik dg NaHCO3 tab/I.v.
f. Obati hiperurisemi/kel.sendi dg.diet&obat
Mencegah kerusakan lebih lanjut:
a. hindari nefrotoksik:OAINS, aminoglikosid, kombinasi sefalosporin dg. Furosemid.
b. hindari gangguan elektrolit.
c. hindari kehamilan
d. Hindari dehidrasi, hipovol., antihipertensi yg terlalu kuat diuretik berlebihan, pantang air & garam terlalu ketat, kese imbangan cairan yg baik.
e. Hindari kateterisasi urine yg tidak perlu.
f. Obati decomp.cordis agar CO membaik.
Mengurangi gejala uremia:
a. diet rendah protein(GFR 5-10% 40-50g/h; GFR 4-5% protein 20-30 g/h; kalori harus> 2500 kal/hari
b. Asam amino esnsial
c. Gatal(pruritus): Diet TKRP, radiasi UV,difenhidramin paratiroidektomi, transplantasi ginjal
d. Kel.GIT: kadang membaik dg diet TKRP,memperbaiki asidosis dengan NaHCO3, obat anti muntah.
e. neuromusk: vit.B1, B6, B12 dosis tinggi, diazepam
f. Anemia: preparat Fe., asam folat, nandrolon dekanoat, hormon anabolik untuk menstimulasi eritropoetin
g. Osteodistrofi renal: koreksi asidosis, obat pengikat fosfat, suplementasi kalsium, vitamin D3.
Bila terapi konservatif gagal : dialisis/transplantasi.
DIALISIS
A. Dialisis Peritoneal:
1. DP intermitten
2. DP mandiri berkesinambungan (DPMB)
3. DP Dialirkan berkesinambungan (DPDB)
4. DP Nokturnal
B. Hemodialisis (HD)
Dialisis Peritoneal
Prinsip: dialisat dimasukkan ke c.peritoneum selama 2 jam kmd dikeluarkan; sebagai membran semi- permeabel adalah peritoneum
cairan dialisat isotonik, bebas pirogen
Indikasi : 1. GGA yg gagal dg terapi konservatif
2. Ggn.keseimbangan cairan dan elektrolit & asam-basa.
3. Intoksikasi obat2an
4. GGK
Macamnya : 1. Intermittent PD
2. Continous cyclic PD (CCPD=DPMB)
3. Continous Ambulatory PD (CAPD/DPDB): 3-5 kali/hari selama 4-6 jam
Hemodialisis
Prinsip : darah dialirkan kedalam dialiser, dibersihkan dg cairan dialisat yang terpisah dg.membran semipermiabel
- membr.: selulosa, selulosa yg diperkaya, selulosintetik dan membran sintetik
- dialisat: isotonik, bebas pirogen
- jenis dialisat: asetat; bikarbonat
- lama dialisis: 3 – 5 jam
Komplikasi: hipotensi, kramp otot, mual, muntah, sakit kepala, nyeri dada, gatal, demam, menggigil; sindr.disekuilibrium, aritmia, perdrh.intrakranial, kejang2, hemolisis, emboli, hipoksemi, netropeni
Indikasi HD
1. GGT ( klirens kreatinin < 5 ml/m)
2. GGA berkepanjangan ( > 5 hari)
3. GGA dgn: a. k.u buruk
b. K serum > 6 mEq/L
c. BUN > 200 mg%
d. pH darah < 7,1
e. Fluid overload
4. Intoksikasi obat yg gagal dg terapi konservatif
Transplantasi ginjal
Jenisnya: autograft,isograft,allograft,xenograft
Donor : donor hidup/donor jenazah
Resipien: harus sesuai dg.donor (gol.darah, HLA A,B,C,DR,DQ,DP)
Rejeksi : Hiperakut: beberapa menit-jam
Akut: dalam 3 bulan post-op:
- demam, mialgia, malaise, nyeri
- prod.urin turun, BB.naik, naiknya
tek.darah & kreatinin serum
Kronik: ber-bulan2-tahun pot-op
Keadaan klinik ok GFR turun mendadak oleh sebab2 prerenal, renal,postrenal, klinis ditandai produksi urin turun mendadak <500 cc/24 jam disertai tanda2 uremia yg lain
dpt disebabkan faktor2 prerenal, renal, post renal
Patofisiologi:
1. Iskemia korteks ginjal
2. Obstruksi tubulus
3. Back-leak ultrafiltrat
4. Penurunan koef.ultrafiltrasi glom. (Kf)
GAGAL GINJAL AKUT PRERENAL
Etiologi :
Hipovol.: - Kehilangan darah/plasma
- Kehilangan cairan :GIT,ginjal
- Redistribusi intraekstravask.:
hipoalb.,peritonitis, resp.distres syndr., kerusakan otot yg luas
- Kekurangan asupan cairan.
Vasodilatasi sistemik: sepsis, sirosis, anafilaksis vasodilatasi ok.obat, blokade ganglion
Penurunan CO: shock, infark, dekomp.,aritmia, tamponade jantung, emboli paru.
Kegagalan autoregulasi: vasokonstriksi preglom. atau vasodilatasi postglom.karena obat
PATOGENESIS
turunnya perfusi aktifasi barorec. aktifa si sistim neurohumoral RAA system vasokonstriksi sistemik, retensi garam &air, shg. tekanan& vol.darah dpt.dipertahankan; bila gagal LFG menurun azotemi
Obat2 yg.dapat menimbulkan GGA prerenal OAINS, ACE inhibitor(reversibel).
Terapi dg. mengobati penyebabnya
GGA RENAL
Peny.ginjal primer: GNA, nefrosklerosis, hipertensi maligna.
Nefritis interstitialis akut o.k alergi obat: ampisilin, NSAID, furosemid dsb.
Nekrosis tubuler akut (NTA)/ nefropati vasomotor akut o.k:
1. Tipe iskemik: lanjutan GGA prerenal
2. Tipe toksik: ok bahan nefrotoksik, aminoglikosid, merkuri, dsb.
3. Kombinasi: ok mioglobinuria, hemolisis intravaskuler,pigmen, malaria, sepsis,abortus.
Nekrosis tubular akut
ggn.perfusi ggn.fgs.glom.&tub.lb.lama
Proses kompleks, dinamik, berkaitan dg. Mikrovask.& sel2 tubults
Istilah tak tepat ok. Tanpa biopsi
Perub.sel subletal: hilangnya brush-border, membr.plasma, polaritas membr., lepasnya sel dari mebr.basalis perub.fungsional
Reversibel ok. Kerusakan tubulus terbatas & kemampuan regenerasi yg.cepat
Nekrosis tubular akut
Etiologi :
Ggn.hemodinamik: OAINS, AII blocker, siklosporin, Hb., tacrolimus, zat kontras
Toksik thd.tubulus: Ab.(Aminoglikosid, vankomisin,amfoterisin), kemoterapi, Li., parasetamol, heroin, zat kontras, pigmen, toksin organik( CCl.4,herbisid,kloroform)
Kristaluri: urat, oksalat, obat2 asiklovir, Mtx.,sulfonamid, triamterin,metoksifuran
Nekrosis kortikal akut
patofisiologi spt. NTA
Nekrosis ekstensif area korteks ginjal irrev., pada sebagian korteks shg sebag.masih dpt membaik
NKA: trombosis mikrovask. Glom. kematian jaringan
Prediktor: endotoksinemi, DIC
Anak2>dewasa: GED berat, peritonitis,
Juga sbg. Komplik.mikroangiopati& ggt.ular bisa
GGA postrenal
terjadi ok.obstr.aliran urin ggn.filtrasi
Kerusakan permanen tgt. Berat&lama obstr.
> 72 jam : kehilangan nefron permanen
< 7 hari: laju filtr.masih dpt.normal kembali
Ok.: urolitiasis, kel.prostat( BPH, tumor ), fibrosis retroperitonial, pendesakan tumor
Diagnosis GGA
Anamnesa: mencari etiologi pre& post ren. Spt. Kehilangan cairan/darah, tanda2 PJK, hipotensi, pemakaian obat2, penyakit sistemik ( DM, SLE, vaskulitis),adanya obstruksi (batu,prostat,tumor)
Fisik: status vol.sirkulasi (tek. V.Jugular rendah, hipotensi, vena perifer kolaps ), tanda2 obstruksi tanda2 peny.sistemik
Urinalisis : membedakan prerenal& renal
Penunjang: USG, Retr.pielografi, biopsi
Pengelolaan
Mengatasi edema paru: 02, morfin,diuretik
Mengatasi hiperkalemi
Diuretik
Diet
Dialisis : peritoneal/hemodialisis
Peny. Ginjal Kronik (PGK)
sindroma klinis ok penurunan fgs.ginjal yg menahun, progresif dan menetap
GGT (end stage) = tk. Gagal ginjal tahap akhir yg dapat menyebabkan kematian kecuali dilakukan terapi pengganti
Klasifikasi:
1.Fgs.ginjal berkurang: LFG 80-50 ml/m;G/-
2. Ringan: LFG 50-30 ml/m; G/:hipertensi,
3. Sedang: 29-10 ml/m; sda + anemi
4. Berat : < 10 ml/m; sda + mual, muntah, nafsu makan menurun, ggn.mental, retensi air & garam
5. Terminal: <5 ml/m; sda + edema paru, kejang, koma, asidosis metabolik, hiperkalemia, kematian.
Gejala klinis:
GIT: anoreksia, nausea, vomitting, hiccup, foetor uremik, gastritis erosif, kolitis uremi
Kulit: pucat ok anemi, kekuningan ok urokrom, gatal ok toksin uremik, ekimosis, uremic-frost, bekas garukan
Hematologi: anemi ok ertropoetin menurun, hemolisis, def.besi&as.folat, perdarahan, fibrosis ss.tulang, ggn.fgs. trombosit& lekosit
Otot&saraf: restless leg syndr.,ensefalopati, miopati, burning feet syndrome.
Kardio: hipertensi, nyeri dada, aritmi, edema
Endokrin: ggn.sex, ggn.metab.gula,lemak,vit.D
Lain2: osteodistrofi renal,asidosis metabolik, ggn. Elektrolit: hiperfosfat&K, hipokalsemi
Diagnosis:
Anamnesa: adanya infeksi, obstruksi, HT
Fisik : tanda2 kegagalan jantung&ginjal
Lab.: kliren kreatin, RFT, kel.peny.dasar
Penunjang: EKG, USG, BOF, IVP, retro grade pielografi, foto dada u/ melihat tanda2 bendungan paru, kardiomegali, efuai paru/perikardial. Foto tulang (osteo distrofi), renogram, CT Scanning
Penatalaksanaan konservatif
Memperlambat progresifitas:
a. pengendalian tek.darah
b. diet rendah protein, rendah fosfat
c. mengendalikan proteinuri&hiperlipidemi
d. obati ISK dg.antibiotik non-nefrotoksik
e. Obati asidosis metabolik dg NaHCO3 tab/I.v.
f. Obati hiperurisemi/kel.sendi dg.diet&obat
Mencegah kerusakan lebih lanjut:
a. hindari nefrotoksik:OAINS, aminoglikosid, kombinasi sefalosporin dg. Furosemid.
b. hindari gangguan elektrolit.
c. hindari kehamilan
d. Hindari dehidrasi, hipovol., antihipertensi yg terlalu kuat diuretik berlebihan, pantang air & garam terlalu ketat, kese imbangan cairan yg baik.
e. Hindari kateterisasi urine yg tidak perlu.
f. Obati decomp.cordis agar CO membaik.
Mengurangi gejala uremia:
a. diet rendah protein(GFR 5-10% 40-50g/h; GFR 4-5% protein 20-30 g/h; kalori harus> 2500 kal/hari
b. Asam amino esnsial
c. Gatal(pruritus): Diet TKRP, radiasi UV,difenhidramin paratiroidektomi, transplantasi ginjal
d. Kel.GIT: kadang membaik dg diet TKRP,memperbaiki asidosis dengan NaHCO3, obat anti muntah.
e. neuromusk: vit.B1, B6, B12 dosis tinggi, diazepam
f. Anemia: preparat Fe., asam folat, nandrolon dekanoat, hormon anabolik untuk menstimulasi eritropoetin
g. Osteodistrofi renal: koreksi asidosis, obat pengikat fosfat, suplementasi kalsium, vitamin D3.
Bila terapi konservatif gagal : dialisis/transplantasi.
DIALISIS
A. Dialisis Peritoneal:
1. DP intermitten
2. DP mandiri berkesinambungan (DPMB)
3. DP Dialirkan berkesinambungan (DPDB)
4. DP Nokturnal
B. Hemodialisis (HD)
Dialisis Peritoneal
Prinsip: dialisat dimasukkan ke c.peritoneum selama 2 jam kmd dikeluarkan; sebagai membran semi- permeabel adalah peritoneum
cairan dialisat isotonik, bebas pirogen
Indikasi : 1. GGA yg gagal dg terapi konservatif
2. Ggn.keseimbangan cairan dan elektrolit & asam-basa.
3. Intoksikasi obat2an
4. GGK
Macamnya : 1. Intermittent PD
2. Continous cyclic PD (CCPD=DPMB)
3. Continous Ambulatory PD (CAPD/DPDB): 3-5 kali/hari selama 4-6 jam
Hemodialisis
Prinsip : darah dialirkan kedalam dialiser, dibersihkan dg cairan dialisat yang terpisah dg.membran semipermiabel
- membr.: selulosa, selulosa yg diperkaya, selulosintetik dan membran sintetik
- dialisat: isotonik, bebas pirogen
- jenis dialisat: asetat; bikarbonat
- lama dialisis: 3 – 5 jam
Komplikasi: hipotensi, kramp otot, mual, muntah, sakit kepala, nyeri dada, gatal, demam, menggigil; sindr.disekuilibrium, aritmia, perdrh.intrakranial, kejang2, hemolisis, emboli, hipoksemi, netropeni
Indikasi HD
1. GGT ( klirens kreatinin < 5 ml/m)
2. GGA berkepanjangan ( > 5 hari)
3. GGA dgn: a. k.u buruk
b. K serum > 6 mEq/L
c. BUN > 200 mg%
d. pH darah < 7,1
e. Fluid overload
4. Intoksikasi obat yg gagal dg terapi konservatif
Transplantasi ginjal
Jenisnya: autograft,isograft,allograft,xenograft
Donor : donor hidup/donor jenazah
Resipien: harus sesuai dg.donor (gol.darah, HLA A,B,C,DR,DQ,DP)
Rejeksi : Hiperakut: beberapa menit-jam
Akut: dalam 3 bulan post-op:
- demam, mialgia, malaise, nyeri
- prod.urin turun, BB.naik, naiknya
tek.darah & kreatinin serum
Kronik: ber-bulan2-tahun pot-op
DIABETES MELLITUS
Penyakit Diabetes Mellitus (DM)
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.
Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah dan insulin dibutuhkan untuk merubah (memproses) karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia. Hormon insulin berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah.
Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10.Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1.
Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing manis.
Tipe Penyakit Diabetes Mellitus
1. Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja.
Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan pemberian therapi insulin yang dilakukan secara terus menerus berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita diebetes tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula darahnya, sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anak-anak atau balita yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan mudah terserang berbagai penyakit.
2. Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin, diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan, dan pemberian tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal respon penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan.
Kadar Gula Dalam Darah
Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL {millimoles/liter (satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l {milligrams/deciliter (satuan unit United State)}, Dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl.
Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal.
Diagnosa Diabetes dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan gula darah puasa mencapai level 126 mg/dl atau bahkan lebih, dan pemeriksaan gula darah 2 jam setelah puasa (minimal 8 jam) mencapai level 180 mg/dl. Sedangkan pemeriksaan gula darah yang dilakukan secara random (sewaktu) dapat membantu diagnosa diabetes jika nilai kadar gula darah mencapai level antara 140 mg/dL dan 200 mg/dL, terlebih lagi bila dia atas 200 mg/dl.
Banyak alat test gula darah yang diperdagangkan saat ini dan dapat dibeli dibanyak tempat penjualan alat kesehatan atau apotik seperti Accu-Chek, BCJ Group, Accurate, OneTouch UltraEasy machine. Bagi penderita yang terdiagnosa Diabetes Mellitus, ada baiknya bagi mereka jika mampu untuk membelinya.
Pengobatan dan Penanganan Penyakit Diabetes
Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan therapi insulin (Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu adalah dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet).
Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula darah.
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.
Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah dan insulin dibutuhkan untuk merubah (memproses) karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia. Hormon insulin berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah.
Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10.Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1.
Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing manis.
Tipe Penyakit Diabetes Mellitus
1. Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja.
Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan pemberian therapi insulin yang dilakukan secara terus menerus berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita diebetes tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula darahnya, sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anak-anak atau balita yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan mudah terserang berbagai penyakit.
2. Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin, diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan, dan pemberian tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal respon penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan.
Kadar Gula Dalam Darah
Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL {millimoles/liter (satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l {milligrams/deciliter (satuan unit United State)}, Dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl.
Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal.
Diagnosa Diabetes dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan gula darah puasa mencapai level 126 mg/dl atau bahkan lebih, dan pemeriksaan gula darah 2 jam setelah puasa (minimal 8 jam) mencapai level 180 mg/dl. Sedangkan pemeriksaan gula darah yang dilakukan secara random (sewaktu) dapat membantu diagnosa diabetes jika nilai kadar gula darah mencapai level antara 140 mg/dL dan 200 mg/dL, terlebih lagi bila dia atas 200 mg/dl.
Banyak alat test gula darah yang diperdagangkan saat ini dan dapat dibeli dibanyak tempat penjualan alat kesehatan atau apotik seperti Accu-Chek, BCJ Group, Accurate, OneTouch UltraEasy machine. Bagi penderita yang terdiagnosa Diabetes Mellitus, ada baiknya bagi mereka jika mampu untuk membelinya.
Pengobatan dan Penanganan Penyakit Diabetes
Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan therapi insulin (Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu adalah dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet).
Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula darah.
VERTIGO
Vertigo adalah gejala pusing yang bisa terjadi pada siapa saja, mulai dari gejala yang ringan hingga yang cukup berat. Vertigo bisa ditandai dengan rasa pusing seperti kepala berputar dan penglihatan terbalik. Akibatnya penderita mengalami rasa pusing yang sangat dan tidak akan mampu bangun karena rasa pusingnya.
Penyebab Vertigo
Pusing sebenarnya adalah gejala umum yang berkaitan dengan berbagai gangguan. Penyebab rasa pusing bisa saja berkaitan dengan sistem syaraf, tetapi bisa berasal dari THT, jantung, mata, bahkan secara kejiwaan. Bagaimanapun juga keluhan pusing, mulai dari yang ringan hingga berat, sebaiknya dievaluasi secara teliti agar sumber dan penyebabnya yang jelas dapat ditemukan supaya diperoleh pengobatan atau penanganan yang optimal.
Umumnya vertigo yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan gangguan keseimbangan atau istilah kedokterannya disebut vertibular. Dalam kasus ini penderita tidak merasa pusing jika ia duduk atau berdiri. Tetapi perubahan posisi, misalnya seperti tidur terlentang kemudian miring ke sisi yang terganggu maka di situlah muncul serangan vertigo tersebut. Tidak hanya itu, gerakan kepala atau badan juga mampu merangsang munculnya serangan vertigo, yaitu seperti gerakan ke belakang dan ke depan. Vertigo ringan biasanya hanya berlangsung beberapa detik.
Gejala vertigo bisa dicetuskan dengan berbagai hal, seperti gangguan hormonal yang salah satunya ditandai dengan adanya jerawat, kelelahan, stress, kurang istirahat dan sebagainya.
Ada satu bentuk latihan yang bisa dicoba dilakukan untuk mengatasi serangan vertigo. Latihan khusus yang disebut latihan Vestibular ini adalah sebagai berikut :
1. Berdiri tegak, buka kedua mata kemudian tutup. Lakukan lima kali.
2. Melatih gerakan kepala memutar. Pertama, tempelkan dagu ke dada, kemudian gerakkan atau putar kepala ke kiri, terus sampai kepada posisi semula. Kemudian ganti arah, dengan memulai ke arah kanan. Masing-masing arah lakukan 3 kali.
3. Lakukan juga gerakan menunduk perlahan-lahan, lalu menengadah, ulangi 3 kali.
Latih juga gerakan kepala miring, yaitu usahakan telinga kiri menempel ke pundak kiri. Tahan hingga 15 detik, kemudian lakukan gerakan yang sebaliknya. Ulangi masing-masig arah 3 kali.
4. Duduk dengan tulang punggung tetap tegak, mata terbuka. Lalu berdirilah. Pada saat badan sudah tepat berdiri, tutuplah mata. Ulangi 3 kali.
5. Melatih gerakan bola mata ke kanan dan ke kiri (horizontal) dengan mata tetap terbuka. Ulangi masing-masing arah 3 kali. Lalu sambung dengan menggerakkan bola mata secara vertical, atas dan bawah.
5. Latih otot mata dengan mengikuti arah benda yang sedang bergerak, lalu fokuskan pandangan mata pada benda yang diam.
6. Secara naturopati gangguan vertigo ini bisa dibantu dengan mengkonsumsi atau menghindari makanan tertentu. Setiap makan, usahakan porsi yang cukup, jangan terlalu banyak, hindari makanan yang tinggi karbohidrat, makanan-makanan yang bisa merangsang alergi (misalnya seafood, pedas, asam yang berlebihan), makanan yang mengandung alkohol, kafein, minyak dan lemak.
7. Selain itu gangguan vertigo ini bisa dikurangi dengan mengkonsumsi enzim Bromelain, Magnesium, Vitamin B12 yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan sistem syaraf. Jahe dan Ginko juga sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi ke dan dalam otak.
8. Untuk kasus vertigo yang masih ringan, aromaterapi sangat membantu untuk menstabilkan sistem syaraf, baik secara inhalasi (dihirup) ataupun pemijatan. Secara homeopati dapat digunakan beberepa alternatif obat, di antaranya Aconite, Cocculus, Conium, Gelsium yang bergantung pada tingkat keparahan vertigo dan penyebabnya.
Penyebab Vertigo
Pusing sebenarnya adalah gejala umum yang berkaitan dengan berbagai gangguan. Penyebab rasa pusing bisa saja berkaitan dengan sistem syaraf, tetapi bisa berasal dari THT, jantung, mata, bahkan secara kejiwaan. Bagaimanapun juga keluhan pusing, mulai dari yang ringan hingga berat, sebaiknya dievaluasi secara teliti agar sumber dan penyebabnya yang jelas dapat ditemukan supaya diperoleh pengobatan atau penanganan yang optimal.
Umumnya vertigo yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan gangguan keseimbangan atau istilah kedokterannya disebut vertibular. Dalam kasus ini penderita tidak merasa pusing jika ia duduk atau berdiri. Tetapi perubahan posisi, misalnya seperti tidur terlentang kemudian miring ke sisi yang terganggu maka di situlah muncul serangan vertigo tersebut. Tidak hanya itu, gerakan kepala atau badan juga mampu merangsang munculnya serangan vertigo, yaitu seperti gerakan ke belakang dan ke depan. Vertigo ringan biasanya hanya berlangsung beberapa detik.
Gejala vertigo bisa dicetuskan dengan berbagai hal, seperti gangguan hormonal yang salah satunya ditandai dengan adanya jerawat, kelelahan, stress, kurang istirahat dan sebagainya.
Ada satu bentuk latihan yang bisa dicoba dilakukan untuk mengatasi serangan vertigo. Latihan khusus yang disebut latihan Vestibular ini adalah sebagai berikut :
1. Berdiri tegak, buka kedua mata kemudian tutup. Lakukan lima kali.
2. Melatih gerakan kepala memutar. Pertama, tempelkan dagu ke dada, kemudian gerakkan atau putar kepala ke kiri, terus sampai kepada posisi semula. Kemudian ganti arah, dengan memulai ke arah kanan. Masing-masing arah lakukan 3 kali.
3. Lakukan juga gerakan menunduk perlahan-lahan, lalu menengadah, ulangi 3 kali.
Latih juga gerakan kepala miring, yaitu usahakan telinga kiri menempel ke pundak kiri. Tahan hingga 15 detik, kemudian lakukan gerakan yang sebaliknya. Ulangi masing-masig arah 3 kali.
4. Duduk dengan tulang punggung tetap tegak, mata terbuka. Lalu berdirilah. Pada saat badan sudah tepat berdiri, tutuplah mata. Ulangi 3 kali.
5. Melatih gerakan bola mata ke kanan dan ke kiri (horizontal) dengan mata tetap terbuka. Ulangi masing-masing arah 3 kali. Lalu sambung dengan menggerakkan bola mata secara vertical, atas dan bawah.
5. Latih otot mata dengan mengikuti arah benda yang sedang bergerak, lalu fokuskan pandangan mata pada benda yang diam.
6. Secara naturopati gangguan vertigo ini bisa dibantu dengan mengkonsumsi atau menghindari makanan tertentu. Setiap makan, usahakan porsi yang cukup, jangan terlalu banyak, hindari makanan yang tinggi karbohidrat, makanan-makanan yang bisa merangsang alergi (misalnya seafood, pedas, asam yang berlebihan), makanan yang mengandung alkohol, kafein, minyak dan lemak.
7. Selain itu gangguan vertigo ini bisa dikurangi dengan mengkonsumsi enzim Bromelain, Magnesium, Vitamin B12 yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan sistem syaraf. Jahe dan Ginko juga sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi ke dan dalam otak.
8. Untuk kasus vertigo yang masih ringan, aromaterapi sangat membantu untuk menstabilkan sistem syaraf, baik secara inhalasi (dihirup) ataupun pemijatan. Secara homeopati dapat digunakan beberepa alternatif obat, di antaranya Aconite, Cocculus, Conium, Gelsium yang bergantung pada tingkat keparahan vertigo dan penyebabnya.
Senin, 21 Februari 2011
PRECLAMPSIA
Preeclampsia is a multisystem disorder of pregnancy characterized by the presence of hypertension and proteinuria after 20 weeks gestation. While estimated to affect only 3%–5% of all pregnancies in the U.S., the disorder is responsible for 15% of premature deliveries and up to 18% of maternal deaths. In fact, complications from hypertension in pregnancy are the third leading cause of maternal death, surpassed only by embolism and hemorrhage. Other risks associated with preeclampsia include placental abruption, liver or renal failure, disseminated intravascular coagulopathy, cardiovascular complications, and seizures or other neurological manifestations (eclampsia).
The incidence of preterm birth is also higher in preeclamptic women, primarily because obstetricians attempt to minimize the risks to both the mother and fetus by delivering the fetus early. However, preterm infants are at risk of complications as well. They have a greater probability of developing respiratory distress syndrome, intraventricular hemorrhage, cerebral palsy, and other neurological and developmental delays. In women whose preeclampsia is caused by placental anomalies, severe intrauterine fetal growth restriction may occur, leading to higher prevalence of intrauterine asphyxia and placental abruption.
Despite being well recognized as a complication of pregnancy, many unknowns still surround prediction, diagnosis, and pathophysiology of preeclampsia, earning it the common name, “disease of theories.” Efforts to lessen the risks associated with preeclampsia have been focused on accurate and earlier diagnosis of the disorder. New biomarkers for predicting and possibly preventing preeclampsia promise to give the laboratory a major role in the care of at-risk pregnant women. Here we describe the current understanding of the etiology of preeclampsia, the lab’s current role in monitoring at-risk women, as well as how new biomarkers on the horizon may lead to greater involvement of the lab in earlier prediction of the condition.
The incidence of preterm birth is also higher in preeclamptic women, primarily because obstetricians attempt to minimize the risks to both the mother and fetus by delivering the fetus early. However, preterm infants are at risk of complications as well. They have a greater probability of developing respiratory distress syndrome, intraventricular hemorrhage, cerebral palsy, and other neurological and developmental delays. In women whose preeclampsia is caused by placental anomalies, severe intrauterine fetal growth restriction may occur, leading to higher prevalence of intrauterine asphyxia and placental abruption.
Despite being well recognized as a complication of pregnancy, many unknowns still surround prediction, diagnosis, and pathophysiology of preeclampsia, earning it the common name, “disease of theories.” Efforts to lessen the risks associated with preeclampsia have been focused on accurate and earlier diagnosis of the disorder. New biomarkers for predicting and possibly preventing preeclampsia promise to give the laboratory a major role in the care of at-risk pregnant women. Here we describe the current understanding of the etiology of preeclampsia, the lab’s current role in monitoring at-risk women, as well as how new biomarkers on the horizon may lead to greater involvement of the lab in earlier prediction of the condition.
Jumat, 11 Februari 2011
Langganan:
Postingan (Atom)